Sebuah Laporan Perjalanan Ke Puncak Lompobattang
Kamis, 9 April 2009, Makassar dalam keadaan yang terik ketika kami meninggalkan Kandea menuju desa Lembangbu’ne..pukul 14.40 WITA ketika kami meninggalkan base camp MAHESA di kampus Baraya Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin menuju Desa Lembangbu’ne; desa terakhir yang terletak di kaki gunung Lompobattang. Gunung Lompobattang terletak di Kabupaten Gowa Kecamatan Tompobulu Desa Lembangbu’ne Kelurahan Sikoro. Hahaha…Kalau kita mendapatinya dalam Peta, Gunung Lompobattang dengan ketinggian 2870 Mdpl berbatasan dengan beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan, namun jalur yang kami tempuh kali ini adalah jalur yang umum yakni melalui desa lembangbu’ne.
Perjalanan ini kami tempuh dengan mengendarai 4 sepeda motor dan sebuah Mobil mengingat banyaknya Anggota yang ikut dalam rombongan ini. Yach.perjalanan ini adalah dalam rangka Persyaratan pertamaPengambilan Nomor Registrasi Anggota Penuh bagi Anggota Muda Kami. Adapun Anggota yang menempuh perjalanan ini adalah sebanyak 14 orang, terbagi atas 4 orang Anggota Muda yang akan mengambil persyaratan ini untuk memperoleh Nomor Registrasi Anggota Penuh; yakni: Muh.Sapril Sardi (003/MAHESA/II/AM/2009), Muammar Farouq (005/MAHESA/II/AM/2009), Fitriani Syam (006/MAHESA/II/AM/2009), dan Ayu Lestari (008/MAHESA/II/AM/2009), 5 orang Anggota Penuh dari DIKLAT I yakni: Karmani Kamar (010/MAHESA/I/AP/2008), Rio Pane (014/MAHESA/I/AP/2008), Muh.Agung Pratama (016/MAHESA/I/AP/2008), Muh.Firman (022/MAHESA/I/AP/2008), dan Reza Eka Putra (023/MAHESA/I/AP/2008), dan 5 orang Dewan Pendiri Yakni Hastomo Amien (002/MAHESA/PENDIRI/2007), Fajrul Iman Ibrahim (003/MAHESA/PENDIRI/2007), Apriansyah (004/MAHESA/PENDIRI/2007), Achmad Nasaruddin (005/MAHESA/PENDIRI/2007) dan Suhardiman Sultan (008/MAHESA/PENDIRI/2007).
Pukul 19.30 WITA, Rombongan akhirnya tiba di desa Lembangbu’ne, namun perjalanan belum selesai kami harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki disebabkan jalur pengerasan sehingga mobil tidak dapat mengantarkan kami ke rumah terakhir. Sementara teman-teman yang mengendarai motor dapat melanjutkan perjalanan dengan tetap berkendara. Pukul 19.52 WITA, akhirnya rombongan tiba di rumah terakhir di kaki gunung lompobattang yang kami jadi Home base kami kali ini. Rumah ini juga merupakan Base camp SAR UNHAS untuk wilayah Lompobattang. Pada saat kami tiba disana, rupanya disana telah tiba lebih dahulu 4 orang dari Pecinta Alam Satria. Namun itu tidaklah menjadi masalah, alam selalu saja bisa mempersatukan kami tentunya.
Ada pemandangan yang menarik begitu kami tiba disana, rupanya listrik belum juga menyentuh kaki gunung lompobattang sehingga suasana gelap gulita dan hanya ditemani oleh pelita menjadi suatu yang istimewa bagi kami. Tentu saja ini sangat berbeda dengan kaki gunung bawakaraeng yang desa terakhirnya suda tersentuh oleh listrik sehingga kalau malam tiba kami masih sempat untuk sekedar mencharger perlengkapan elektronik kami. Yach terpaksa kali ini kami pun bersantap malam dan tepat pukul 22.50 WITA, briefing tentang perjalanan esok hari kami laksanakan dalam keadaan temaram ditemani oleh cahaya pelita. Selepas briefing kami pun beristirahat untuk persiapan perjalanan esok.
Jumat, 10 April 2009, pukul 14.30 WITA, beberapa diantara kami nampaknya sudah terjaga dari tidurnya. Dengan suhu 14°C, beberapa diantara kami juga nampaknya masih asyik dalam mimpinya, sementara itu Anggota Muda kami nampaknya sementara bergelut dengan Dapur dan mempersiapkan sarapan bagi kami. “kami tidak mengenal Kasta terendah dalam kami, Kami bahkan tidak mengakui adanya Kasta terendah dalam kami. Karena kami satu dan bersaudara, yang tua sadar diri dan yang muda Tahu diri, kami MAHESA..” semboyan itulah yang kami gunakan dalam hubungan antar anggota MAHESA. Dan semboyan ini asli dan original dari hasil pemikiran yang mendalam dari Kami, MAHESA.
Dan akhirnya pukul 07.01 WITA, setelah berdoa bersama kami akhirnya memulai perjalanan dari home base kami di rumah terakhir desa lembangbu’ne menuju puncak Lompobattang. Sempat kami keliru ketika akan memasuki jalur namun hal itu bukanmenjadi masalah bagi kami, sinar matahari pagi sangat membantu kami untuk menerangi jalan dan menghangatkan tubuh kami yang diselimuti oleh dinginnya suhu pegunungan dan tebalnya kabut khas pegunungan. Tak lami kami berjalan diantara banyaknya bekas tebangan pohon,pukul 07.30 WITA, rombongan akhirnya tiba di POS I yang berumput dan dan berbatu. Kami sejenak beristirahat sambil menunggu teman yang sedang mengambil air. Setelah semuanya berkumpul kembali, kami pun melanjutkan perjalanan.disepanjang perjalanan menuju Pos II kami menemui sejenis tumbuhan yang buahnya sangat mirip dengan buah stroberi dan tekstur jalan yang berbatu dan berlumut.
Pukul 08.20 WITA, kami tiba di POS II dan langsung melanjutkan perjalanan menuju ke Pos III. Dalam perjalanan menuju Pos III rerumputan berjejer disisi kiri dan kanan kami ditambah lagi tekstur jalan yang sebagian sudah menanjak cirri khas pendakian dengan kemiringan sekitar 70°. Dan akhirnya Pukul 09.17 WITA kami tiba di POS III, sejenak beristirahat dan mengukur suhu ternyata di Pos ini suhu mencapai 11°.
Kembali melanjutkan perjalanan setelah melepas lelah di Pos III, kami harus melalui jalur berbatu dan berlumut, jurang dan pohon pohon yang nampaknya kering. Perjalanan menuju pos IV memang sudah mulai menanjak sehingga terkadang kami beristirahat di tempat. Pukul 10.17 WITA, kami tiba di POS IV. Pada pos ini, cukup lama kami beristirahat. Pada pos ini pula kami menyempatkan diri untuk saling menertawai mimik wajah. Mimik wajah khas pendaki yang penuh peluh dan keringat dengan tekstur wajah yang terlipat dan mengeluarkan lidah, HAHAHAHA…
Setelah beristirahat dan saling menertawai, kami pun melanjutkan perjalanan. Kembali jalur yang berbatu danberlumut kami temui hampir disepanjang perjalanan. Pemandangan yang berkabut dan jalur yang terus menanjak sangat menantang bagi kami untuk segera tiba di Pos V. dengan kemiringan sekitar 50° kami terus melanjutkan perjalanan. Dada yang bergemuruh memaksaku untuk sejenak berhenti sekedar melegakan tenggorokan dengan air dari pos I dan menyetel MP4 dan memutar HIP ROCK milik SAINTLOCO dengan volume tertinggi. ASIKKKK!!!saya berpikir, dengan ikut bernyanyi bisa membantu saya untuk memanipulasi raga dengan menyenangkan jiwa dengan berteriak sekencangnya. Dan nampaknya usahaku berhasil untuk itu. Disepanjang perjalanan, getaran MP4 melalui headset ikut menambah spiritku untuk tetap berjuang melewati jalur-jalur ini.
POS V, pukul 11.30 WITA..Sudah hampir tengah hari, kami memutuskan untuk berhenti. Pada kesempatan ini, kami menyempatkan diri untuk berpose bersama dan kembali saling menertawai…ternyata dengan saling menertawai bisa memberi kami motivasi dan hiburan yang segar di dalam suhu 20°C. usaha untuk mencari sumber air pun gagal sehingga pada jalur jalur selanjutnya kami harus menghemat pemakaian air kami. dan setelah berisitirahat selama 20 menit kami pun kembali melanjutkan perjalanan dengan pemandangan yang berkabut dengan suhu rata-rata 20°C, pepohonan yang berlumut, jalur yang menanjak dan berbatu, dengan kemiringan 25° dan tepat pukul 12.25 WITA tiba di POS VI. Jarak antar anggota tim yang saling berjauhan membuat kami harus menunggu teman yang belum tiba. Pada kesempatan ini, Nampak beberapa di antara kami tertidur pulas diatas rerumputan. Kerongkongan yang sudah mulai kering pun kembali memaksa kami untuk sekedar melegakannya dengan air putih walaupun tidak banyak yang bisa kami konsumsi mengingat jarak yang masih jauh dan belum tentu kami bisa menemui sumber air disana. Ketakutan yang terbesar adalah sumber air yang kering di depan sana membuat kami harus berhemat dalam pemakaian air.
Cukup lama kami beristirahat di Pos ini dan tepat pukul 12.36 WITA kami pun kembali melanjutkan perjalanan dan dengan kondisi fisik yang parah dan dehidrasi kami tiba di POS VII pada Pukul 13.27 WITA. Cuaca yang cerah dan jalur yang semakin menanjak menambah keringnya kerongkongan kami. Pelan-pelan sekali kami bergerak maju, nampaknya fisik sudah mulai terkikis. Tak ada seorang pun dari kami yang bersuara. Edelweiss terhampar di sepanjang jalur ini. Dan matahari juga tidak malu-malu lagi bersinar. Untuk mengakali kondisi tersebut, kami menyempatkan diri untuk kembali beristirahat dan menikmati keindahan alam pada jalur ini. Tak lupa juga kami berfoto-foto. Sementara di depan sana sudah Nampak jalur menuju Pos VIII.
Jalur menuju Pos VIII memang sangatlah berat, jalur yang tak ubahnya tebing yang ditumbuhi edelweiss dan tumbuhan semak di sela-selanya. Jalur menuju Pos VIII Lompobattang mengingatkanku pada jalur menuju Pos VIII Bawakaraeng, sehingga menarik kesimpulan: “jangan-jangan Tiap Pos VIII pada setiap Gunung memang Selalu Begini…?”hahaa..Iseng-iseng menarik Hipotesis dalam keadaan fisik yang kelelahan luar biasa pastinya tidak selalu berhasil dalam metodologi penelitiannya; kenapa? Karena iseng-iseng..coba kalo serius!! Perjalanan yang ekstrim dengan tekstur yang kering dan berbatu, ditambah lagi dengan matahari yang bersinar dengan cukup terik walaupun sesekali awan menutupinya sesekali. Pukul 14.37 WITA kami akhirnya Tiba di POS VIII, tapi kami sepakat untuk meneruskan perjalanan menuju Pos IX. Pada sekitaran Pos VIII ini, kami menemukan sebuah Tugu Peringatan Alm.TRI WAHYUDI, seorang pelajar pecinta alam yang menemui ajalnya di dalam pelukan Gunung Lompobattang. Tercatat dalam tugu tersebut “ Kematian tidak dapat dipercepat dengan mendaki gunung, kematian tidak dapat pula diperlambat dengan tidak mendaki gunung, Tuhan bersama orang-orang pemberani". Semoga ArwahNya dengan tenang bersemayam di sisi Sang Pencipta. Tuhan selalu bersama Orang-orang pemberani sepertimu, wahai Tri wahyudi…
Pukul 15.30 WITA, rombongan tiba di POS IX Lompobattang. Kami pun sepakat untuk camp di pos ini. Kami pun membagi tugas untuk mendirikan tenda, melakukan pencatatan, mengambil air, dan memasak makanan untuk makan malam kami. Akhirnya kami bisa melegakan kembali tenggorokan kami dengan air yang segar dari mata air pos IX untuk memperolehnya, saudara sapril dan farouk harus turun sejauh 200 meter dari camp. Sore itu, suhu di camp Pos IX tercatat 11°C sementara matahari yang segera akan beranjak untuk digantikan sang bulan menambah keindahan suasana pos IX Lompobattang. Awan-awan yang berkilauan diterpa oleh sinar matahari sore memaksa kami untuk kembali mengambil pose untuk berfoto-foto. Suasana Sunset Lompobattang memang indah. Ditambah lagi keangkuhan tebing Lompobattang pada sisi-sisi pos IX ikut memperindah suasana sore ini. Kami banyak mengambil foto sore ini…pada Pos ini selain kami yang mendirikan camp disini, terdapat juga teman-teman dari MAESTRO UNM beranggotakan 23 orang, dari SATRIA beranggotakan 4 orang, dan MAPALA 09 TEKNIK UNHAS beranggotakan 9 orang.
Matahari pun turun untuk kemudian digantikan oleh bulan, dari kejauhan kerlap kerlip lampu kota Bantaeng sangatlah indah. Makan Malam Kami pun seolah-olah menjadi Dinner Candle Light ala Resto Mahal dan terkenal dihiasi bintang-bintang di langit malam ini. Selepas makan malam, kami pun kembali briefing untuk persiapan melanjutkan perjalanan ke puncak keesokan harinya. Dan selepas briefing, pukul 20.06 WITA kami pun masuk kedalam tenda dan beristirahat. Suhu yang tercatat 8°C menjadi alas an yang sangat kuat bagi kami untuk segera memejamkan mata.
Sabtu, 11 April 2009. Pagi-pagi sekali beberapa diantara kami sudah ada yang kembali melanjutkan aktivitas. Sementara beberapa diantara kami masih ada yang terlelap. Ada pula beberapa yang menyempatkan diri untuk berfoto. Kembali mengukur suhu, ternyata suhu pagi itu tercatat 4°C. pukul 06.39 WITA, semuanya nampaknya sudah terbangun. Setelah menikmati susu panas dan biskuit, Pukul 07.34 WITA, rombongan berdoa bersama sebelum berangkat ke puncak Lompobattang. Saudara Firman Tinggal Di Pos IX untuk menjaga Camp sementara kami ke Puncak.
Jalur menuju Puncak Lompobattang adalah jalur yang paling ekstrim sepanjang jalur lompobattang ini. Jalur yang berbatu, jalan yang menanjak, tebing yang curam sementara jurang pada sisinya harus kami lalui untuk bisa sampai di Puncak Lompobattang. Pada jalur ini pula, saya merasa nyali dipermainkan pada saat saya ditarik oleh Karmani saat akan memanjat tebing menuju pertengahan jalur. Sementara Beberapa tahun yang lalu, saya merasa nyaris tanpa kesulitan pada jalur yang sama. Benar, tak ada gunung yang boleh dipandang enteng walaupun sudah ratusan kali kita ke sana.
Dan Pukul 08.06 WITA, akhirnya kami tiba di Puncak Gunung Lompobattang (2870 MDPL). Cuaca sangat cerah, tanpa kabut. Awan putih berada di bawah kami, dari kejauhan Nampak laut dan kota Bantaeng. Di puncak kami menyempatkan diri untuk berjalan-jalan mengitari puncak Lompobattang dan sekedar mengambil foto sebagai dokumentasi. Ada perasaan Haru menyelimuti ketika tiba di puncak ini. Yang Oleh saudara Sapril dilaporkannya : “..sangat menyenangkan dan mengharukan perjalanan selama sebelas jam dengan segenap perjuangan dan tenaga meskipun kemarin kami kehabisan air dari pos VII sampai pos IX..”, sementara Saudara Farouk berkata: “…ini tidak gampang,tidak sembarang yang bisa…”, Fitriani Syam dan Ayu Lestari dengan harunya berucap: “…kami adalah cewek ekstensi ekonomi unhas angkatan 07 pertama yang menjejakkan kaki di puncak ini…”dan tentu saja bagi mereka, teman-teman Anggota Muda MAHESA yang melakukan pendakian Lompobattang ini adalah Puncak yang pertama bagi mereka. Suasana gembira dan haru pun melingkupi kami. Berdoa bersama pun kami lakukan dengan penuh khidmat. Dan akhirnya kami pun harus turun kembali ke pos IX.
Pukul 09.46 WITA, akhirnya kami tiba kembali di Pos IX. Kami pun kembali membagi diri, sebagian mengambil air, sebagian memasak untuk makan siang, dan sebagian lagi bersiap-siap dan melakukan packing barang-barang pribadi. Dan akhirnya setelah semuanya telah rampung, makan siang pun telah kami santap, pukul 12.27 WITA akhirnya kami meninggalkan Pos IX untuk segera kembali ke Desa Lembangbu’ne. perjalanan menuju desa Lembangbu’ne relative lebih mudah karena hanya menuruni punggungan bukit, dan penurunan. Perjalanan kembali pun menjadi relative lebih cepat disebabkan cuaca yang sangat mendukung. Tepat pukul 14.17 WITA, kami tiba di Pos IV dan sekedar beristirahat dan membuat minuman hangat. Pukul 15.17 WITA, tiba di Pos III dengan kondisi kehabisan air. Namun beberapa meter ke depan kami pun menemukan sungai dan mengisi botol kami dengan air disini. Pukul 16.36 WITA rombongan tiba di Pos II. Hari pun sudah semakin senja, untuk alas an inilah kami pun kembali melanjutkan perjalanan dan mempercepat langkah kami. Dan akhirnya pada pukul 17.24 WITA, kami tiba di POS I. pada Pos ini kami bertemu dan dijamu oleh kawan-kawan dari MAESTRO UNM. Rupanya Kak Appi’ juga turut disana. Nampaknya mereka camp di pos itu sembari menantikan temannya yang masih berada di puncak Lompobattang. Setelah mencicipi hidangan yang disajikan oleh kawan-kawan dari MAESTRO UNM kami pun pamit untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Pukul 18.11 WITA, kami tiba di Home Base kami di Rumah terakhir Desa Lembanbu’ne dengan selamat. Setelah membersihkan diri, dan Makan malam telah tersaji kami pun briefing dan melakukan evaluasi atas perjalanan kali ini dan ditemui beberapa kekurangan yang sekiranya di masa mendatang akan segera dibenahi pada kesempatan itu ditetapkan pula bahwa rombongan akan menginap semalam lagi di Home Base untuk memulihkan kondisi dan besok bisa kembali ke Makassar dengan lebih Fit. Setelah briefing dan evaluasi, anggota ada yang segera beranjak tidur, ada pula yang asik bercengkrama dengan kawan-kawan dari MAESTRO UNM yang juga menjadikan rumah itu sebagai home base mereka.
Minggu, 12 April 2009..pukul 11.57 WITA, setelah Makan siang dan melakukan packing. Kami pun siap untuk meninggalkan Home Base Kami di Desa Lembangbu’ne. setelah mengambil foto, kami pun berpamitan untuk segera kembali ke Makassar. Dalam perjalanan pulang kembali ke Makassar, saya kembali merenungkan suatu hal, mencoba untuk memaknai kalimat: “Kematian tidak dapat dipercepat dengan mendaki gunung, kematian tidak dapat pula diperlambat dengan tidak mendaki gunung, Tuhan bersama orang-orang pemberani.” Perahu itu tidak akan rusak dan karam apabila ditambatkan di dermaga, tapi bukan untuk itulah perahu diciptakan..bukan untuk ditambatkan di dermaga namun untuk menjelajahi samudra, dan Tuhan Selalu bersama Orang-orang Pemberani.
Mengutip pernyataan saudara Muh.Sapril: ada pelajaran yang kita dapatkan bahwasanya dalam setiap perjalanan terdapat hal-hal yang spiritual yang terkadang kurang kita sadari. Seandainya kita menganggap bahwa naik ke gunung itu kita memisahkan hal-hal yang bersifat spiritual, maka sama saja dengan tubuh tanpa ruh. Selain itu yang paling penting dalam perjalanan yakni kerja sama dan adanya kebersamaan pahaman jiwa dan raga bahwa dalam MAHESA ikatan emosional kita bisa terjalin erat.
Dan Tuhan Bersama orang-orang pemberani…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
mantap sekali postingannya brader
BalasHapusbisa jd referensi ^^d