(Membalut Luka Dari Tetangga Dengan Senyuman..)
“…Inilah kisahku semalam di Malaysia..
Diri rasa sunyi, aduhai nasib..
Apalah daya..”
11 ramadhan 1430 H, sembari mendengarkan tembang lawas. sempat merenungkan kondisi kekinian bangsa ini. Negara Tetangga oh Negara Tetangga, namamu membumi di setiap sudut pembicaraan yang kutemui belakangan ini. Setiap membuka berita, Negara Tetangga, kau kembali hadir sebagai headlinenya. Urusan klaim mengklaim hingga caci maki tak pernah lepas dari namamu di setiap sela-sela diskusi yang kujumpai.
Ketika sipadan-ligitan direbut secara telak oleh Negara Tetangga dari pangkuan ibu pertiwi, Ketika beberapa warisan bangsa Indonesia secara mentah-mentah diklaim sebagai warisan asli budaya Negara Tetangga, dan yang paling memprihatinkan ketika Lagu kebangsaan INDONESIA RAYA yang merupakan kehormatan dari bangsa Indonesia secara biadab telah diganti liriknya secara kasar (INDON SIAL) oleh sejumlah oknum dari Negara tetangga kita itu yang menandakan bahwa mereka dengan sengaja menginjak-injak kehormatan bangsa kita.
Dan akhirnya, ketika kesabaran telah menipis, ketika kehormatan telah dilanggar, kemarahan pun tak dapat lagi di bendung, meledaklah psywar.. rakyat pun baik yang paham maupun yang tak paham tak dapat lagi menahan emosinya membalas semua itu dengan cemohan, cacian, umpatan kepada Negara tetangga kita itu. Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah dengan mencaci maki segala permasalahan itu bisa terselesaikan? Justru dengan membalas dengan hinaan, Negara tetangga semakin berapi-api untuk menambahkan kayu bakar dalam tungku konflik ini.
11 ramadhan 1430 H, sengaja saya memakai penanggalan ini sebagai pengingat bahwasanya sekarang ini kita masih dalam nuansa ramadhan, bulan yang suci bagi umat muslim yang notabene menjadi agama yang mayoritas diantara dua Negara yang bertikai. Tak malukah kita saling menghina di saat berkah ramadhan tercurah dimana-mana?
Tak adakah upaya lain yang bisa kita tempuh untuk menyelesaikan konflik ini? Apakah Pemerintah tak mampu untuk sekedar memberikan peringatan kepada Negara tetangga kita atas perlakuan mereka yang telah diluar batas? mengapa kesejukan ramadhan pun tak mampu untuk meredakan konflik ini?
Pada kondisi seperti inilah, dibutuhkan peran pemerintah untuk menyelesaikan konflik ini melalui jalur diplomasi atau jalur apapun itu. Adapun sebagai warga Negara dari bangsa ini kita seharusnya mendukung pemerintah dalam menyelesaikannya, bukannya membalas perbuatan hina Negara tetangga kita dengan balasan yang lebih hina lagi. kembali renungkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang berbudi luhur, tak sepantasnya kita mencorengnya dengan cemohan. Reaksi kemarahan boleh, tetapi Lakukan dengan bijak. ingatlah bahwa nama besar bangsa kita sebagai bangsa yang ramah tamah warganya. Seharusnya ada sebuah kerja sama yang apik antara pemerintah dan warga Negara dalam menyelesaikan konflik ini.
Sebagai warga Negara dari bangsa ini, kita seharusnya kembali bangun dari tidur yang panjang ini. Kembali sadari bahwa bangsa ini memiliki warisan kekayaan alam dan budaya yang melimpah yang seharusnya kita jaga dan lestarikan. Upaya yang terbaik bagi kita sebagai warga Negara untuk kembali membuktikan bahwa budaya bangsa kita yang telah dicuri adalah benar-benar milik kita seutuhnya adalah dengan Kembali menggalakkan sektor ini yang merupakan upaya terbaik daripada kita ikut-ikutan untuk mencemoh Negara tetangga kita. Seharusnya kita bangga untuk mengenakan, menggunakan, dan mengakuinya sebagai identitas bangsa kita yang sebenarnya. Seharusnya kita mau dan tak malu untuk membawa identitas kita di pentas dunia. Seharusnya kita membuka mata dunia dengan membuktikan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang ramah tamah dan berbudi luhur dan bukan sebagai bangsa teroris dan Negara bertabur terror seperti yang telah dituduhkan kepada bangsa kita oleh bangsa lain. Seharusnya kita membalas semua perbuatan hina mereka dengan sebuah tindakan nyata yang lebih mulia. Lestarikan kekayaan alam dan budaya bangsa kita.
Semoga kesejukan Ramadhan ini bisa meredakan suasana yang panas ini. Dan di saat menulis kalimat-kalimat terakhir ini, sebuah lagu yang menggetarkan hati ikut mengisi ruang dengarku dan akhirnya kuhadirkan dalam catatan ini sebagai penutup dengan harapan bisa menjadi motivasi bagi setiap orang yang membacanya untuk berbuat sesuatu yang lebih baik dan mulia….
“ Indonesia Tanah air beta..
pusaka abadi nan jaya..
Indonesia sejak dulu kala..
slalu dipuja-puja bangsa..
disana tempat lahir beta..
dibuai dibesarkan bunda..
tempat berlindung di hari tua..
sampai akhir menutup mata.. ”
Makassar, 01 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Masukkan Komentar Anda