Salam...
Setelah sekian lama karena kesibukan serta beberapa perjalanan, akhirnya saya bisa kembali lagi menulis di blog ini.ada banyak hal yang sebenarnya bisa saya bagi melalui tulisan ini, namun karena beberapa keterbatasan pula sehingga akhirnya seperti terlewatkan begitu saja. Seperti terprovokasi oleh sebuah filsafat kuno : “menulislah, maka kau akan menjadi ABADI melalui tulisanmu”.Saya mencoba untuk merangkumnya dan berharap itu tidak mengurangi esensi keisengan saya untuk berbagi cerita saat ini.
Ada banyak peristiwa besar yang terjadi dalam hidupku beberapa bulan belakangan ini. Saya pun mengakui bahwa itu telah membawa beberapa perubahan dalam hidupku. Salah satu dan yang paling utama adalah akhirnya saya bisa membuktikan diri bahwa walaupun saya ini sampah, saya bisa memberikan kesempatan bagiku untuk sekedar memberikan pemahaman kepada banyak orang bahwa Sampah jenis apapun bisa untuk di daur ulang asalkan diberikan kesempatan.
Pohon Natal Abadi Manado |
Saya pernah menerima sebuah komentar di kolom Facebookku sesaat setelah saya resmi menyandang gelar Sarjana, “Selamat atas kelulusan, Saudara..semoga tidak menjadi seonggok Sampah.” WTF, padahal saat itu saya sementara larut dalam suasana kegembiraan, sekiranya predikat Sampah itu bukanlah sebuah hal yang enak untuk didengar. Tetapi begitulah saya menerima itu sebagai sebuah tantangan atau lebih tepatnya lagi sebagai sebuah bentuk penghinaan.
Berkembang sebuah pahaman dalam lingkup hidupku yang kecil ini bahwasanya ketika anda lulus dari sebuah Universitas dan telah resmi menyandang gelar Sarjana, semua pencapaian itu bukanlah apa-apa tanpa sebuah hasil pencapaian yang paling utama yaitu Bekerja dalam Jajaran Pemerintahan ataukah di Sebuah Perusahaan yang Bonafit!!! Tentu saja hal itu berbeda dengan pandanganku selama ini tentang kebebasan berekspresi dalam berbagai hal dan senantiasa menolak pandangan general itu dalam berbagai kesempatan. Namun, seperti sebuah pandangan yang universal, bahwasanya Kebenaran adalah milik para mayoritas. Dibelakang hari barulah saya pahami, arti Mayoritas dalam ruang hidupku yang kecil ini tidaklah mewakili sebuah kebenaran yang benar-benar Universal.
Tugu Nani Wartabone Gorontalo |
Saya akhirnya mengerti, ruang hidupku ini memang teramat kecil dan sempit. Seperti halnya saya sedang menatap langit melalui sebuah sedotan minuman dan itulah yang saya yakini sebagai Hidup. Mendengar pandangan-pandangan orang lain menggunakan sebuah sedotan minuman, saya seperti seorang Hobbit dalam sekumpulan Orc dalam Film The Lord Of The Ring.
Saya bukannya tak berusaha untuk menolak, namun saya seperti mengalami Desperado. saya selalu menggambarkan realitas dengan melakukan serangkaian pembenaran, apologi, menyalahkan dan menyudutkan pandangan itu tetapi pada akhirnya saya mengakui bahwa sebenarnya saya kalah, saya dikalahkan oleh semua pandangan itu.
Dalam banyak kesempatan waktu saya berusaha dan pada akhirnya dalam hitungan yang ke-98, akhirnya saya menemukan sebuah titik terang. Saya menerima sebuah pengumuman yang didalamnya Namaku tercantum sebagai salah seorang yang Lulus dan melalui kesempatan itu, sebagai seorang manusia baru Akhirnya perjalanan hidupku yang sebenarnya pun telah dimulai.
Lulus sebagai salah seorang yang berhak telah membawa dua makna baru dalam hidupku ini. Makna pertama itu adalah sebagai sebuah pembuktian bahwasanya Saya bisa membuka mataku atas hal-hal yang baru, membuka mataku dalam ruang hidupku yang kecil, segera saya membuang sedotan minuman ini dan membuktikan bahwa dunia ini Luas. Melalui kesempatan itu, saya melakukan serangkaian perjalanan dan memetik hikmah sembari terus belajar, mendengar, mengamati, menganalisa, melakukan itu sendiri dan saya bisa dan berhak untuk pengalaman itu. Serangkaian daerah baru yang belum pernah sedikitpun terlintas dalam pikiran bahwa saya akan menjejakkan kakiku disana, saya sentuh dan mengambil serangkaian hikmah dan pengalaman dari sana. Ternyata dunia ini memang benar-benar Luas!!!
Mercusuar Tahuna |
Beragam daerah dengan beragam kebudayaan yang asing dalam kepala saya dan saya pun secara sadar harus bersentuhan dengan semua itu. Saya berpikir inilah waktu yang tepat bagi saya untuk mengaplikasikan pengetahuanku saat masih aktif dalam kegiatan yang bersentuhan dengan alam. Adaptasi dan Survival, sebuah pengetahuan dasar yang apabila tidak dimiliki oleh seorang yang bergerak dalam kegiatan pencinta alam, maka merugilah dia seumur hidupnya. Bukankah semua hal yang kita pelajari tiada lain adalah sebagai bekal untuk kita aplikasikan kelak?? Apabila anda setuju, maka belajarlah.
Makna kedua yang saya tangkap melalui kesempatan ini adalah saya bisa membuktikan bahwasanya jikalau pun saya akhirnya mengalah dalam perdebatan pandangan tentang Sampah, saya ini bukan Sampah dan akhirnya jikalau pun anda masih mengganggap saya ini seonggok sampah, saya pun telah membuktikan bahwa seonggok sampah pun bisa untuk di daur ulang. Bukankah kehidupan yang sebenarnya adalah tentang bagaimana memaknai hidup dengan memberikan manfaat kepada hidup-hidup yang lain??saya mengamini bahwa tak seorang pun dari kita yang tega untuk menolak idiom tersebut.
Tulisan ini saya buat bukan untuk mengeksploitasi apapun, tidak untuk mencederai pahaman ataupun keyakinan siapa pun, tidak bermaksud pula untuk membagikan hipokrisi. Namun saya berharap melalui tulisan ini, anda yang membaca tulisan ini bisa untuk membuktikan diri anda sendiri menjadi seperti apapun yang anda mau terlepas dari keinginan general yang seolah menjadi keinginan universal tentang hidup anda sendiri. Percayalah, apapun anda..itu adalah hidup anda sendiri, semoga hidup anda bisa bermanfaat untuk hidup-hidup yang lain.
Selamat berpuasa bagi anda yang menunaikan, semoga kita semua bisa menjadi diri kita sendiri dalam menyikapi hidup.
Salam…
20 Juli 2012
Kab.Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara
Simak pula tulisan ini pada www.mahesa.or.id